Sabtu, 25 Mei 2013

R.A. KARTINI PAHLAWAN NASIONAL

RA. Kartini lahir  pada tanggal 21 April 1879  atau tahun Jawa bertepatan 28 Rabiul Akhir  1808 H di Desa Mayong dari pasangan  Pasangan  Raden Mas Adipati  Ario Sosroiningrat  yang semula seorang Wedono Mayong, dengan gadis bernama  MA. Ngasirah anak salah seorang guru ngaji di Telukawur bernama  Kyai Haji Madirono  istrinya bernama Nyai Hajjah Aminah, RA Kartini lahir di Desa Mayong  Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Hindia Belanda (Indonesia). Kakeknya RA. Kartini dari garis keturunan ayahnya bernama Pangeran Ario Tjondronegoro Bupati Demak, beliau termasuk generasi pertama dari pribumi yang menerima pendidikan barat dan menguasai bahasa Belanda dengan sempurna namun mempunyai kepedulian yang mendalam terhadap penduduk pribumi dan pendidikan untuk anak-anaknya.

Tentang Kakeknya Pangeran Ario Tjondronegoro , RA Kartini menjelaskan :
“Almarhum kakekku, Pangeran Ario Tjondronegoro dari Demak, seorang pemula semangat kemajuan, adalah bupati pertama-tama di Jawa Tengah, yang membuka pintu rumahnya buat tamu dari sebrang lautan  : peradaban barat. Semua putra-putrinya, yang mendapatkan didikan barat, menaruh hati  cinta pada kemajuan yang diwarisi dari ayahnya, dan pada giliranya mereka pun berikan pada anak-anaknya didikan yang dahlu mereka terima...”

                 Peraturan Kolonial Belada pada saat itu mengharuskan seorang Bupati harus beristrikan seorang keturunan bangsawan, sedangkan MA Ngasirah bukanlah keturunan bangsawan sehingga ayah Kartini terhalang untuk menduduki Jabatan Bupati Jepara, untuk  menggantikan ayah kandung RA.Woerjan yaitu : RAA. Tjitrowikromo. Untuk bisa menjabat bupati tersebut akhirnya Raden Mas Adipati  Ario Sosroiningrat  bersedia menikah untuk kedua kalinya  dengan Raden Ajeng Woerjan yang masih keturunan  Raja Madura.

                 Dalam bukunya Pramoedya Ananta Toer : Panggil Aku Kartini Saja, beliau menjelaskan bahwa RA. Kartini mempunyai saudara laki –laki seibu bernama Drs. RM. Sosrokartono (seorang ahli bahasa), sedangan saudara lain ibu  RA  Kartini hasil perkawinan ayahnya dengan Raden Ayu Sosroningrat atau yang disebut Raden Ajeng Woerjan (masih keturunan Raja Madura) berjumlah 11 orang diataranya bernama RM Sosrobusono (Bupati Ngawi), RA. Rukmini dan Raden Ajeng Kardinah.

                 RA. Kartini mempunyai dua paman yaitu RMA.  Tjondronegoro yang pernah menjabat Bupati Kudus, Brebes dan Pati , pamanya yang satu lagi bernama PA. Hadiningrat menjabat Bupati Demak yang menggantikan ayahnya bernama PA. Tjondronegoro (Kakek RA. Kartini).

 Raden Ajeng Kartini  yang hidup antara tahun 1879-1904, diperbolehkan bersekolah di sekolah  Belanda yang bernama   Europese Lagere School (ELS) kebanyakan teman-temanya  adalah anak-anak Eropa, khususnya Belanda.  Dia  bersekolah sampai  berumur 12 tahun. Di sini, di antara mata pelajaran lain, dia belajar bahasa Belanda, suatu prestasi yang tidak biasa bagi wanita Jawa pada saat itu. Setelah  menamatkan pendidikanya   RA Kartini  kembali kedalam pangkuan keluarganya yang penuh dengan aturan adat istiadat yang cukup kuat  dimana  seorang  seorang gadis hidup dalam tradisi pingitan yang tidak diizinkan untuk meninggalkan rumah orangtua mereka sampai mereka menikah sampai akhirnya tugas dan kewajiban orang tua mereka dipindahkan ke suaminya. Ayah Kartini lebih ringan daripada beberapa selama masa pingitan  putrinya, ayah Kartini memberikan hak istimewa nya seperti pelajaran bordir dan kadang-kadang tampil di depan umum untuk acara khusus. Selama di rumah, Kartini terus mendidik dirinya sendiri. Karena dia bisa berbahasa Belanda, ia mendapatkan beberapa teman pena Belanda. Salah satunya, seorang gadis bernama Stella dan Rosa Abendanon, menjadi teman dekatnya.

                 Setelah usia RA Kartini menginjak dewasa, orang tuanya  menikahkan putrinya  dengan  RTAA.  DJojohadiningrat, seorang bupati Rembang  yang sudah memiliki  istri, Dia menikah pada tanggal 12 November 1903 dengan dikarunia seorang anak  bernama Raden Mas Singgih Soesalit yang lahir pada pada 13 September 1904. Semasa di Rumah suaminya  Rembang  RA. Kartini  mendirikan sekolah wanita di teras timur Rembang kompleks kantor kabupaten. Beliau wafat pada usia 25 tahun  bertepatan tanggal 17 September 1904 empat hari setelah kelahiranya, di rumah suami tercintanya  di Rembang yang kemudian   dimakamkan di Bulu Desa, Rembang

                 Raden Ajeng Kartini beragama Islam , beliau dikenal sebagai pejuang  pelopor dalam bidang pendidikan dan hak-hak perempuan untuk Indonesia  kemudian banyak pihak  menyebutnya dengan   emansipasi  wanita  yang mengilhami banyak perempuan Indonesia dan dunia barat pada saat itu hingga sampai sekarang ini, pada pemerintahan  Presiden Ir . Soekarno  RA. Kartini  diberi gelar sebagai  pahlawan nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964

B. Sahabat-sahabat RA Kartini

            Selepas pendidikanya dari Europese Lagere School (ELS), Kartini bercita-cita untuk menjadi seorang dokter dan  melanjutkan studinya di luar negeri yaitu Belanda, namun cita-cita tersebut terhalang oleh ayahnya yang tidak meretuinya, meskipun orang tuanya tidak merestuinya namun  ia tetap tunjukkan sikap hormatnya pada orang tuanya.

Semangat belajar Kartini tetap menyala walaupun belum bisa melanjutkan cita-citanya untuk belajar di Eropa , ditengah-tengah keluarganya yang dirasa penuh dengan banyaknya adat istiadat yang mebelenggunya ia ingin sekali memperjuangkan hak-hak kaum perempuan yang dinilai kurang mendapat tempat di masyarakat. Begitu pula dengan agama Islam yang dipeluknya dinilai terlalu rumit dan membosankan karena dia hanya diajarkan cara membacanya saja tetapi tidak mengetahui isi yang dikandungnya dan setiap kali meminta untuk dijelaskan tentang maksudnya, guru ngajinya selalu menolaknya. Ya memang hal itu dapat  dimaklumi karena memang Belanda tidak memperbolehkan menterjemahkan Al-quran dalam bahasa Jawa, hingga suatu saat RA. Kartini menemukan seorang guru ngaji yang bernama Kyai Sholeh Darat.

Ditengah-tengah pergolakan jiwanya yang rapuh tentang pemahaman agama dia hanya mengandalkan naluri hatinya dengan kesimpulan RA Kartini yang penting baginya adalah berbaik hati  kepada sesama dan menolong yang lemah,  dia menganggap bahwa dunia baratlah terutama Belanda  yang dapat dijadikan kiblat dalam mendukung gerakan  perjuangan-perjuanganya dan tempat menggantungkan cita-citanya selama ini.

RA. Kartini selalu mengasah pengetahuanya dengan membaca surat kabar, majalah dan buku-buku yang sekiranya dapat membuka jendela dunia untuk mengantarkan dirinya mencapai impian dan cita-citanya, adapun bacaan-bacaan Kartini tersebut antara lain : Surat Kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brosshooft, Majalah Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan, Majalah Wanita Belanda De Hollandse Leile dengan mengirimkan beberapa kali tulisanya untuk dimuat di sana.

Diantara buku-buku bacaan Kartini berbahasa Belanda yang dibacanya sebelum umur 20 tahun adalah : Max Havelaar, Surat-surat Cinta  karya Multatuli, De Stille Kraacht (kekuatan ghaib) karya Louis Coperus, buku karya-karya Van Eeden yang bermutu tinggi, Agusta de Witt, Buku Roman Feminis Karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan buku Karya Berta Von Suttner yang berjudul Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata), masih ada lagi buku-buku lain yang pernah diberikan oleh  Ny. Abendanon  kepada RA. Kartini.

Namun dengan ketemunya RA. Kartini  pada usia 20 an dengan Kyai Sholeh Darat  di suatu Pengajian di Rumah pamanya di Demak, semuanya mengubah pandangan RA. Kartini tentang islam dan Al-quran meskipun surat-surat kartini terdahulu terlanjur beredar di sahabat-sahabatnya, namun ia sempat mengkoreksinya kembali.

Sebelum ketemu Kyai Sholeh Darat pemikiran Kartini  negatif  tentang Islam dan Al-qur’an rasanya jiwanya ingin memberontak tapi tak kuasa , sehingga ketika ditengah-tengah kegalaun jiwanya tersebut RA. Kartini berkeinginan mempunyai sahabat dari dunia luar yang dianggapnya lebih modern, keinginanya tersebut terwujud dengan perkenalanya dengan Stella (Estelle Zeehandelaar) sahabat dekatnyanya RA Kartini yang diawali perkenalanya lewat sebuah iklan di Majalah De Hollandse Lelie, sebuah majalah wanita yang terkenal pada saat itu dan terbit di Belanda.   Raden Ajeng Kartini (1879-1904)

1. Estella H Zeehandelaar

Sosok  wanita  Estella H Zeehandelaar adalah  seorang perempuan Yahudi pejuang feminisme radikal yang tinggal di Amsterdam, Belanda. Estella- atau yang disebut oleh Kartini dalam surat-suratnya dengan Stella, adalah anak seorang dokter dari keluarga Yahudi. Stella dikenal sebagai pegiat feminisme, sosialisme, aktivis penyayang binatang, dan seorang vegetarian layaknya penganut Theosofi yang cukup berpengaruh saat itu. Stella juga aktif sebagai anggota Social Democratische Arbeiders Partij (SDAP), partai pengusung sosialis-demokrat di negeri Belanda yang ketika itu memperjuangkan sosialisme dan humanisme, feminimisme  termasuk ide-ide tentang kesetaraan gender dan pluralisme.

Perkenalan Kartini dengan Stella berlangsung lewat korespondensi surat-menyurat. Surat pertama ditulis Kartini pada 25 Mei 1899, ketika usianya menginjak 20 tahun. Tak sulit bagi Kartini untuk menjalin hubungan dengan orang-orang Belanda, mengingat sebagai anak priyai Jawa, ia mempunyai akses yang mudah untuk melakukan itu. Teman-temannya semasa di Europese Lagere School (ELS) kebanyakan adalah anak-anak Eropa, khususnya Belanda. Paman dan saudara-saudaranya juga dekat dengan elit Belanda.

                Mengenai persahabatannya dengan Kartini, Stella pernah menulis surat kepada Ny. Nellie van Koll, tertanggal 28 Juni 1902, yang mengatakan, “Kartini dilahirkan sebagai seorang Muslim, dan saya dilahirkan sebagai seorang Yahudi. Meskipun demikian, kami mempunyai pemikiran yang sama tentang Tuhan…”

                Mengenai persahabatannya dengan Kartini, Stella pernah menulis surat kepada Ny. Nellie van Koll, tertanggal 28 Juni 1902, yang mengatakan, “Kartini dilahirkan sebagai seorang Muslim, dan saya dilahirkan sebagai seorang Yahudi. Meskipun demikian, kami mempunyai pemikiran yang sama tentang Tuhan…” Kumpulan surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar bisa dilihat dalam korespondensi Kartini periode 1899-1903, yang kemudian dikumpulkan oleh Dr. Joost Cote dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul, “Aku Mau…Femininisme dan Nasionalisme: Surat-Surat Kartini Kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903″. Buku ini diterbitkan pada 1979 untuk mengenang seabad wafatnya Kartini.

2.  J.H. Abendon
 Abendon ditugaskan oleh Belanda sebagai Direktur Deptemen Pendidikan, Agama, dan Kerajinan. Abendon banyak meminta nasihat dari Snouck Hurgronye (seorang orientalis yang pura-pura masuk islam untuk mencari cara mematikan semangat umat islam di Indonesia). Menurut Hurgronye, golongan yang paling keras menentang penjajah Belanda adalah golongan Islam. Memasukkan peradaban Barat dalam masyarakat pribumi adalah cara yang paling jitu untuk mengatasi pengaruh Islam.

 Tidak mungkin membaratkan rakyat, kecuali jika ningratnya telah dibaratkan. Untuk tujuan itu, langkah pertama yang harus diambil adalah mendekati kalangan ningrat terutama yang menganut agama Islam untuk kemudian dibaratkan. Dan Hurgronye menyarankan Abendanon untuk mendekati Kartini. Nyonya Rosa Manuela Abendanon Mandri atau sering disingkat Ny. RM Abendanon Mandri. Perempuan berdarah Yahudi, kelahiran Puerto Rico ini adalah istri kedua dari Jacques Henri Abendanon, Direktur Kementerian Pengajaran, Ibadat, dan Kerajinan di Hindia Belanda. Ny. Abendanon disebut oleh Kartini sebagai orang satu-satunya yang banyak mengetahui kehidupan batinnya.  Ny. Abendanon juga banyak mengirimkan buku-buku terutama tentang humanisme, diantaranya buku Karaktervorming der  Vrouw   (Pembentukan Akhlak Perempuan) karya Helena Mercier,Modern Maagden (Gadis Modern) karya Marcel Prevost, De Vrouwen an Socialisme (Wanita dan Sosialisme) karya August Bebel dan Berthold Meryan karya seorang sosialis bernama Cornelie Huygens. Kartini juga membaca buku De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus.

Tuan dan Nyonya Abendanon adalah sahabat karib Snouck Hurgronje. Atas saran Snouck-lah, Tuan Abendanon, yang juga berdarah Yahudi, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pengajaran, Ibadah, dan Kerajinan di Hindia Belanda, diminta untuk mendekati Kartini bersaudara.Snouck yang ketika itu menjabat sebagai Penasehat Pemerintahan Hindia Belanda, meminta Abendanon agar menaruh perhatian lebih kepada Kartini. Tujuannya adalah, merekrut sebanyak mungkin anak-anak priayai agar tercapai proses asimiliasi antara kebudayaan Barat dan pribumi.

Kepada Ny. Abendanon, Kartini pernah menitip pesan agar menanyakan hal yang berkaitan dengan hukum Islam. Kartini menganggap Snouck sebagai orang yang paham Islam, padahal sesungguhnya seorang orientalis yang pura-pura mendalami Islam. Kartini menulis, “Apabila bila Nyonya bertemu dengan teman Nyonya Dr Snouck Hurgronje, sudikah nyonya bertanya kepada beliau tentang hal berikut:Apakah dalam agama Islam juga ada hukum akil balig seperti yang terdapat dalam undang-undang bangsa Barat? Ataukah sebaiknya saya memberanikan diri langsung bertanya kepada beliau? Saya ingin sekali mengetahui sesuatu tentang hak dan kewajiban perempuan Islam serta anak perempuannya. Bagaimana undang-undang agama mereka? Suatu hal yang bagus sekali, saya malu bahwa kami sendiri tidak tahu tentang hal itu…“

3.  Nellie Van Kol (Ny. Van Kol)
Sosok sahabat RA. Kartini adalah seorang penulis yang mempunyai pendirian humanis dan progresif. Dialah orang yang paling berperan dalam mendangkalkan aqidah RA Kartini tentang Islam, Pada awalnya, ia  bermaksud untuk mempengaruhi aqidah Kartini dengan kedatangannya seolah-olah sebagai penolong yang mengangkat Kartini dari ketidakpeduliannya terhadap agamanya sendiri , sebagaimana diakuinya sendiri RA Kartini dalam  isi suratnya :
Dalam suratnya kepada Stella Zihandelaar bertanggal 6 November 1899, RA Kartini menulis;
Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?

Alquran terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang dibaca.

Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya.

Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?
RA Kartini melanjutkan curhat-nya, tapi kali ini dalam surat bertanggal 15 Agustus 1902 yang dikirim ke Ny Abendanon.

“  waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Alquran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya.

Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kitab ini teralu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya “
Nama-nama lain yang menjadi teman berkorespondensi Kartini adalah Tuan H.H Van Kol (anggota Freemason penganut Theosofi *), Ny Nellie Van Kol, Ny M. C.E Ovink Soer, E.C Abendanon (anak J.H Abendanon), dan Dr N Adriani. Kepada Kartini, Ny Van Kol banyak mengajarkan tentang Bibel dan spiritualisme, sedangkan kepada Dr N Adriani, Kartini banyak mengeritik soal zending Kristen, meskipun dalam pandangan Kartini semua agama sama saja.

Ridwan Saidi dalam buku Fakta dan Data Yahudi di Indonesia memiliki cerita lain. Ridwan mengatakan, sebagai orang yang berasal dari keturunan priayi atau elit Jawa dan mempunyai bakat yang besar dalam pendidikan, maka Kartini menjadi bidikan kelompok Theosofi* , sebuah kelompok yang juga banyak digerakkan oleh orang-orang Belanda saat itu. Dalam catatan Ridwan Saidi, orang-orang Belanda gagal mengajak Kartini berangkat studi ke negeri Belanda. Karena gagal, maka mereka menyusupkan ke dalam kehidupan Kartini seorang gadis kader Zionis bernama : Josephine Hartseen.  Gadis Hartseen, menurut Ridwan adalah nama keluarga Yahudi.

            Nama Theosofi*  sendiri diambil dari bahasa latin: Theos yang berarti “God” (Tuhan) dan Sophia yang berarti “wisdom” (Kebijaksanaan). “God” dalam pemahaman Theosofi tidak berarti satu, tetapi merujuk pada setiap hal yang dianggap sebagai “Tuhan”. Karena itu, Tuhan dalam kepercayaan Theosofi punya banyak nama: God, Yahweh, Allah, dl .( coba baca kembali isi surat  Stella kepada Van Kol) Theosofi berkeyakinan bahwa setiap agama sama benar, dan menuju pada Tuhan yang sama. Doktrin ini sekarang serupa dengan gagasan ide Pluralisme Agama. Sedangkan jauh sebelum theosofi, nilai penyatuan agama-agama di dengungkan lewat nama Perenialisme.

C. Pertemuan RA. Kartini dengan Kyai Sholeh Darat

                Setelah sekian lama RA. Kartini berselancar mengarungi dunia melalui korespondensinya dan menemukan banyak sahabat-sahabatnya ternyata baik disadari atau tidak oleh Kartini kebanyakan mereka adalah Kaum Yahudi yang telah beradaptasi dengan agama Kresten di Belanda yang berpaham Theosofi, meskipun banyak dan kuatnya pengaruh dari sahabat-sahabatnya tersebut untuk mempengaruhi alam pikiranya yang waktu itu dia  sedang merasa galau dan kecewa tentang agamanya sendiri yang tidak ia pahami,  namun pendirian kartini tetap utuh dan tegar meskipun dia hanyalah bermodalkan suara hati yang dimiliki, yang penting baginya adalah berbaik hati dan tetap berjuang untuk pendidikan kaum perempuan yang dinilai tidak mendapat tempat yang layak pada kehidupan sosial dan adat istiadat yang dinilai kaku pada saat itu.

                Akhirnya RA. Kartini  atas kehendak Allah dipertemukan  dengan Kyai Haji Muhammad Sholeh bin Umar, seorang ulama besar dari Darat Mayong yang kemudian biasa dipanggil  Kyai Sholeh Darat yang telah merubah segalanya terutama mengenai Agama Islam. Kartini  sangat tertarik pada terjemahan Surat Al Fatihah yang disampaikan sang kyai Sholeh Darat tersebut ketika ada pengajian di rumah pamannya bernama PA. Hadiningrat seorang Bupati Demak. Saat itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama wanita lain dari balik tabir. Kartini tertarik kepada materi yg sedang diberikan, tafsir Al Fatihah, oleh Kyai Sholeh Darat. Setelah selesai pengajian, Kartini mendesak pamannya agar bersedia untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat.

             Kartini menceritakan bahwa selama hidupnya baru kali itulah dia sempat mengerti makna dan arti surat Al Fatihah, yang isinya begitu indah menggetarkan hati. Kemudian atas permintaan Kartini, Kyai Sholeh diminta menerjemahkan Al Qur'an dalam bahasa Jawa.
Berikut adalah petikan dialog antara Kartini dan Kyai Sholeh Darat, yang ditulis oleh Nyonya Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat.

“Kyai, perkenankanlah saya menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya?”.
Tertegun Kyai Sholeh Darat mendengar pertanyaan Kartini yang diajukan secara diplomatis itu.
 “Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?” Kyai Sholeh Darat balik bertanya.
 “Kyai, selama hidupku baru kali ini aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama, dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan main rasa syukur hatiku kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al_Quran dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”

Setelah pertemuannya dengan RA. Kartini, Kyai Sholeh Darat tergugah untuk menerjemahkan Al-Qur‘an ke dalam bahasa Jawa. Pada hari pernikahan Kartini pada tanggal 12 November 1903, Kyai Sholeh Darat menghadiahkan terjemahan Al-Quran (Faizhur Rohman Fit Tafsiril Quran), jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai dari surat Al-Fatihah sampai dengan surat Ibrahim. Mulailah Kartini mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya. Tapi sayang tidak lama setelah itu Kyai Sholeh Darat meninggal dunia pada tanggal 18 Desember 1903, sehingga belum selesai diterjemahkan seluruh Al Quran ke dalam bahasa Jawa.

Andai saja Kartini sempat mempelajari keseluruhan ajaran Islam (Al Quran) maka tidak mustahil jika ia akan menerapkan semaksimal mungkin semua kandungan ajarannya. Apakah ada pihak-pihak lain yang mengendaki kematian RA. Kartini diusianya yang masih muda? Karena ketidaktundukan RA. Kartini terhadap pemikiran Kolonial Belanda-Yahudi? ,  dan ketika Sahabat-sahabat RA. Kartini sudah tidak sanggup merubah jalan pikiranya  seperti saran –saran  Dr Snouck Hurgronje , apalagi RA  Kartini pada saat itu sudah memegang Al-qur’an yang dicarinya selama ini dan  telah menyelamatkan hidupnya dari kekufuran ?

D. Dari Kegelapan terbitlah Cahaya Terang

                RA Kartini setelah ketemu Kyai Sholeh Darat akhirnya mendapat hidayah dari Allah SWT sehingga surat-surat yang dikirimkan kepada sahabatnya sudah sangat berbeda dengan surat-suratnya yang dulu. Perhatikan  surat RA. Kartini kepada sahabatnya :
Surat Kartini kepada  Nyonya Ovink Soer, Oktober  1900
“..Manusia itu berusaha. Allahlah yang menentukan...”
Surat kartini kepada Nyonya Abendanon, 12 Oktober 1902
“Dan saya menjawab, tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kami mengatakan bahwa kami beriman kepada Allah dan kami tetap beriman kepada-Nya. Kami ingin mengabdi kepada Allah dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya tentulah kami sudah memuja orang dan bukan Allah”.
Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 27 Oktober 1902
“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut sebagai peradaban?”
Surat Kartini kepada Prof. Anton Dan Nyonya, 4 Oktober 1902.

“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama “ (Surat Kartini kepada Prof. Anton Dan Nyonya, 4 Oktober 1902).

Surat Kartini kepada  Nyonya Van Kol , 21 Juli 1902
“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang Agama Islam patut disukai...”

              RA. Kartini dalam belajar memahami tafsir Al-qur’an Faizhur Rohman Fit Tafsiril Quran hadiah dari Kyai Sholeh Darat, beliau sangat merasakan ada kesan yang mendalam dalam hatinya yaitu ketika membaca dan menafsirkan kalimat “Minadz Dzulumaati Ilan Nuur “ , yang terletak dalam Surat Al-Baqoroh ayat 257.
Artinya :
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah pengguni neraka, mereka kekal didalamnya”

                Ayat tersebut menggambarkan kondisi  kejiwaan  seseorang yang mendapat hidayah iman ,dimana dia mendapat informasi yang sangat terang dan masuk di dalam kalbunya  mengenai kebenaran yang hakiki dari Allah SWT, dan kondisi itulah yang dialami RA. Kartini pada waktu itu, kemudian ia menulis secara khusus atas ungkapan kalimat  “Minadz Dzulumaati Ilan Nuur “ pada petikan ayat 257 pada surat Al-Baqoroh tersebut dengan Bahasa Belanda yaitu dengan ungkapan : Door Duisternis Tot Licht.

             Oleh Armijn Pane  dalam bukunya : Habis Gelap Terbitlah Terang , yang diterbitkan Balai Pustaka Jakarta menerjemahkan Door Duisternis Tot Licht.  Ke dalam bahasa Sastra Indonesia  dengan istilah  Habis Gelap Terbitlah Terang.  Sampai sekarang  istilah tersebut menjadi bahasa baku “ yang disucikan” seakan istilah tersebut menjadi dosa bila diterjemahkan selain istilah tersebut.
                Ada dua terjemahan sastra  mengenai arti  “Minadz Dzulumaati Ilan Nuur “ yang terdapat di dalam Surat Al-Baqorah ayat 257 tersebut kemudian  diterjemahkan  RA. Kartini  ke dalam  Bahasa Belanda menjadi  “Door Duisternis Tot Licht”

1.   Oleh Armijn Pane  diterjemahkan lagi ke dalam Bahasa Indonesia dengan istilah : Habis Gelap Terbitlah Terang,  yang telah dituangkan dalam Buku terbitan Balai Pustaka Jakarta, 1983 tanpa mempertimbangkan asal kalimat dari mana “Door Duisternis Tot Licht”  tersebut diambil, karena di dalam bukunya tidak pernah menyebutkan adanya  petikan ayat di Surat Al-Baqorah yang menjadi sumber inspirasi RA. Kartini dalam menulis “Door Duisternis Tot Licht” tersebut.

2.      Oleh   M.Z. Arifin dari KMJB (Komunitas Menuju Jepara Baru)  menerjemahkan “Door Duisternis Tot Licht”  yang diambil RA. Kartini tersebut  dari  petikan ayat  “Minadz Dzulumaati Ilan Nuur “   dengan istilah : Dari Kegelapan Terbitlah  Cahaya Terang.

Arti “Minadz Dzulumaati Ilan Nuur “ itu sendiri mempunyai arti  “Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)”, Al-qur’an dan Terjemahnya ( CV. Toha Putra Semarang, 1989 , hal : 63).

                 Dari istilah penerjemahan sastra kedua istilah tersebut tentu mempunyai penekanan arti yang berbeda,  “Habis gelap  “. mempunya makna  “ akhirnya sebuah kegelapan  yang terjadi atas sebuah peristiwa yang dialami seseorang atau pada zaman saat itu”, sedangkan  “terbitlah terang”, menunjukkan datangnya sebuah cahaya terang . Namun jika dikaitkan dengan konteks Bahasa Belanda “Door Duisternis Tot Licht” dan ayat  “Minadz Dzulumaati Ilan Nuur “ dalam konteks terjemahan Al-qur’an tersebut, dimana pada ayat tersebut menggambarkan kondisi  kejiwaan  seseorang yang mendapat hidayah iman ,dimana dia mendapat informasi yang sangat terang dan masuk di dalam kalbunya  mengenai kebenaran yang hakiki dari Allah SWT, maka seolah Habis Gelap Terbitlah Terang  tersebut ruh bahasa yang terkandung dalam Surat Al-Baqorah   “Minadz Dzulumaati Ilan Nuur “ tersebut dan arti “Door Duisternis Tot Licht”  yang ditulis RA. Kartini menjadi hilang makna asbabun nuzulnya sebagaimana  yang tercermin dalam perjalan  RA Kartini dalam menemukan pintu hidayah Ilahiyah.

                Terjemahan  “Dari Kegelapan”  lebih mempunyai makna yang senafas dengan petikan  ayat  “Minadz Dzulumaati “ yang artinya “Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran)  “,  adalah  senafas dengan Bahasa Belanda Kartini  “Door Duisternis”, sedanglkan istilah    “Menuju Cahaya Terang “ , juga senafas dengan  petikan ayat    “Ilan Nuur “  yang artinya      “kepada cahaya (iman)”, artinya juga senafas dengan    “Tot Licht”  sebagaimana yang ditulis RA. Kartini itu sendiri.

              Penekan kedua istilah tersebut  di atas adalah sangat berbeda, istilah pertama “Habis Gelap Terbitlah Terang”,    lebih  menekankan  keindahan sastranya, sedangkan “Dari Kegelapan, Terbitlah Cahaya Terang” ,  lebih menekankan pada keutuhan  esensi pokok yang tertuang  di dalam ayat  257 dan kehendak tulisan RA. Kartini : “Door Duisternis Tot Licht”  yang mewakili ungkapan jiwa Kartini yang menganggapnya dia baru keluar dari kegelapan hatinya yang bertahun-tahun tidak bisa belajar islam dengan baik, kemudian ia mendapatkan  cahaya terang (iman) yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya melalui sang guru yaitu Kyai Sholeh Darat yang diawali dengan petunjuk, saat Kyai Sholeh menafsirkan surat Al-Fatekhah yang kemudian dilanjutkan dengan diberikanya RA. Kartini sebuah Tafsir  Al-qur’an oleh Kyai Sholeh Darat pada saat pernikahanya dengan suaminya sehingga ia menemukan kalimat “Minadz Dzulumaati Ilan Nuur “ saat ia mempelajari lebih dalam tentang Al-qur’an, itulah makna dan esensi pokok istilah  “Dari Kegelapan, Terbitlah Cahaya Terang”

E.  SEMANGAT RA. KARTINI DALAM JEPARA BARU

                Apa yang bisa kita ambil hikmahnya dari  perjalanan sejarah RA. Kartini dalam Konsep Jepara Baru ?

               RA. Kartini dimata KMJB dalam Era Jepara Baru adalah semangatnya memajukan bangsanya yang luar biasa dan  merupakan sosok perintis pendidikan modern yang kritis, dimana ia hidup pada masa transisi diantara pengaruh budaya lokal Jawa yang kuat mencengkeram dirinya dengan sentuhan pendidikan budaya barat yang mengincar dirinya yang cerdas untuk dijadikan sebuah alat propaganda Kolonial Belanda  yang dipelopori Snouch Hurgronje melalui sahabat-sahatnya RA. Kartini untuk kepentingan Belanda itu sendiri, meskipun usaha-usaha yang memaksa pemikira RA. Kartini tersebut telah gagal.

               Untuk itulah RA. Kartini yang dulunya berkeinginan untuk belajar menjadi guru di Batavia akhirnya menjadi kandas, kegagalan ini juga pernah dialaminya ketika selepas dari Europese Lagere School (ELS) bercita-cita untuk meneruskan studinya di Belanda, namun semangatnya untuk maju tidak pernah kendor. Bahkan RA. Kartini bersama saudaranya Roekmini dan  teman-temanya  dari pelajar STOVIA ( School tot Opleiding van Inlandsche Art atau sekolah dokter Bumiputra) pada tahun 1903 berhasil mendirikan Komunitas Kaum Muda yang diberi nama “Jong Java” (bukan yang didirikan di Jakarta pada 1915 yang kemudian pada konggres di Solo 1918 diubah namanya menjadi Jong Java ).
RA. Kartini dalam suratnya menulis tentang Jong Java tersebut :

“Kami telah mendapat banyak pengikut. Angkatan muda kita telah mendukung sepenuhnya ”  Jong Java” akan membangun persatuan.....Bunda harus membaca surat-surat dari pejoeang-pejoeang kami yang bersemangat  itu, orang-orang muda yang kelak akan bekerja di tengah-tengah bangsanya ......bernyala-nyala hati saya, bergembira akan zaman baru... ”
“...Tahukah kamu apa semboyanku?  “aku mau” !, dan kedua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan, Kata “aku tiada dapat ” melenyapkan rasa berani ......peliharalah api berani gembira itu, janganlah biarkan padam  !....” ( Surat pada  Nona Stella 12 Januari 1900).

               Adapun yang dimaksud Jong Java oleh RA. Kartini adalah sebuah komunitas tempat berkumpul dan berdiskusinya para kaum muda terpelajar untuk melakukan gerakan moral dalam ikut serta membangun kemajuan bangsanya yang dirasa pada saat itu “Masyarakat Jawa” tidak lagi memperdulikan nasib bangsanya sendiri yang terjajah oleh Kolonial Belanda. RA. Kartini benar-benar ingin mengajak teman-temanya dan para penguasa pribumi untuk bangkit dari tidurnya yang panjang.

               Kondisi zaman pada era perjuangan RA. Kartini dengan kondisi perjuangan pada zaman sekarang ini tentulah berbeda, meskipun saat ini berbeda bentuk dan Indonesia sudah merdeka, namun inti penjajahan tersebut masih sangat terasa hadir dalam kehidupan kita, yaitu terjajah ekonominya dari  cengkraman kaum kapitalis, terjajah dari derasnya pola budaya barat yang bersifat negatif serta terjajahnya rakyat dari kaum ”bangsawan birokrat”  yang korup dan KKN, juga terjajahnya rakyat dari rasa kurangya rasa empati dan kepedulianya terhadap nasib rakyat kecil yang masih banyak hidup di bawah garis kemiskinan.

Konsep Pendidikan RA. Kartini

                   Menurut  pandangan RA. Kartini bahwa untuk membangkitkan rasa berbangsa , maka haruslah dimulai dari kalangan atas (bangsawan) sampai kalangan bawah pertama-tama yang harus dimulai/dibutuhkan adalah pendidikan nalar dan budi pekerti (“Naast’t hoofd hart geleid worden”) sebagaimana yang diungkapkan Dri Arbaningsih dalam “Kartini dari Sisi Lain”, 2005:4

                  Salah satu usaha yang dirintis RA. Kartini dalam mewujudkan gagasan dan ide-idenya tersebut adalah disamping membentuk Komunitas Kaum Muda yang diberi nama “Jong Java”, dia juga mendirikan sekolah untuk kaum perempuan, cita-citanya untuk mengangkat drajat kaum wanita dan memajukan pendidikan kaum wanita  tersebut berhasil diwujudkan setelah menikah dengan RTAA.  Djojohadiningrat, dia  diberi kesempatan oleh suaminya untuk mendirikan sekolah  wanita di teras timur Rembang kompleks kantor kabupaten.

                  Konsep pendidikan RA. Kartini berbasis  “kurikulum terbuka” ,  maksudnya adalah pengembangan proses pendidikan yang berorientasi pada  pengembangan kebebasan cara berfikir kreatif-inovatif (daya nalar) yang diimbangi dengan mengutamakan sikap sopan santun (budi pekerti)  yang baik dalam pergaulan sehari-hari baik disekolah maupun di masyarakat.  Seorang anak dididik berdasarkan watak dan potensi yang dimilikinya untuk diproses dan dikembangkan secara maksimal sekaligus  mendorong anak untuk menemukan jati dirinya melalui kesadaran dalam belajar dan mau bertirakat (puasa dan berdoa), semangat anak haruslah tetap dipupuk dan dibesar-besarkan oleh pendidik laksana bunga melati yang berkembang di dalam hati.

                 Tugas seorang guru adalah membimbing dan mengarahkan , memotivasi dan memberikan kasih sayang, mengajarkan dan mempraktekkan yang semua itu dilandasi kasih sayang  yang tulus dan rasa tanggungjawab sehingga terjalin komunikasi dan ikatan emosional yang  berkesinambungan antara anak dan gurunya, jadi seorang guru tidak hanya  sekedar mengajar dan sebatas mentransfer ilmunya saja, seorang guru juga diharapkan menguasai apa yang diajarkan, tidak setengah-setengah terutama guru bahasa. Metode dan bahasa pengajaran haruslah disesuaikan dengan bahasa yang dimengerti, kondisi dan kemampuan seorang anak sesuai bahasa yang bermula , sesuai pula tahapan demi tahapan  pertumbuhan anak tersebut.

                Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah agar seorang anak mempunyai daya kemampuan berfikir kreatif-inovatif yang dapat mengembangkan bakat, ketrampilan dan potensi yang dimilikinya untuk dijaga supaya tetap berkembang di dalam hati bagaikan bunga melati, mempunyai budi pekerti yang mulia, bisa beradaptasi dengan masyarakat, ilmunya bisa bermanfaat bagi dirinya dan orang lain, termasuk  keluarganya, agamanya, nusa dan bangsanya.

                 Dengan kata lain bahwa pendidikan bukan hanya sebatas proses formalitas semata untuk mengejar nilai akademis semata dan hanya untuk memenuhi kebutuhan ilmu untuk dirinya sendiri, tetapi bagaimana proses pendidikan tersebut dapat bermanfaat bagi orang lain dan  membekas dalam diri seorang anak  secara berkesinambungan yang diwujudkan dalam sikap sopan santun, taat beribadah, menghormati  kepada orang tua dan gurunya.
Surat RA. Kartini kepada Nyonya Abendanon, 15 Agustus  1902 :

“Ada suatu kali datang seorang anak kepada seorang perempuan tua, bertanyalah orang tua itu...”apa kehendakmu nak..?, karena tiada barang suatu apa kepunyaanku, tiada makanan yang enak-enak, tiada barang perhiasan maupun pakaian...?”, dan jawab anak itu :  “...bukan barang yang enak-enak ibu, bukanlah barang perhiasan, bukan pakaian yang aku kehendaki...wahai ibu, berilah saya bunga melati yang berkembang di dalam hati” ...bagaimana rasanya, aduhai....dengarkanlah dia dalam bahasa yang bermula, dengarlah permintaan anak itu, alangkah manisnya, di dalamnya maksudnya, perumpamaan tembangnya....yooo naaa ...sekar melati ingkang mekar ing njeroning ati......Tuan, kami kini sedang mempelajari nyanyian bukan nyanyian beriang-riang hati, adakah pernah engkau dengar bangsa kami bernyanyi riang-riang? pada pesta yang seriang-riangya?.....hidup ini adalah rindu bukanlah nyanyian keriangan hati. Alangkah indahnya bagaikan di dalam mimpi terdengar suara lagu yang suci ,damai,  rata, nyaring membawa kami  melambung tinggi ke taman surga  bahagia .....”

                    Dalam kelanjutan surat RA. Kartini tersebut dijelaskan bahwa dalam mendidik anak haruslah juga mendidik watak dan memupuk kemauan  anak sebesar-besarnya secara terus menerus, dan untuk bisa menerima pelajaran yang diibaratkan bunga-bunga yang  berkembang banyak sekali yang tiada habis,  tidak bisa diperoleh dengan begitu saja, melainkan haruslah membelinya yaitu dengan puasa (sunnah), berjaga-jaga waktu (mengerjakan sholat lima waktu dengan istiqomah), senantiasa bersepikan diri untuk senantiasa bertafakkur/berdzikir  kepada Allah adalah dapat membuka nur cahaya Allah ke dalam hati seseorang, mustakhil bagi kita untuk memperoleh nur cahaya itu tanpa mau berusaha dengan sungguh-sungguh....habis malam terbitlah siang dari kegelapan terbitlah cahaya terang.

             Bahwa watak (character) dan kepribadian (personality) adalah satu dan sama, akan tetapi, dipandang dari segi yang berlainan. Kalau orang hendak mengadakan penilaian (jadi mengenakan norma), maka lebih tepat dipakai istilah “watak”; tapi kalau bermaksud menggambarkan bagaimana adanya (jadi tidak melakukan penilaian) lebih tepat dipakai istilah “kepribadian.” ,, jadi watak, walaupun pada dasarnya telah ada tetapi masih bisa mengalami pertumbuhan atau perkembangan.Watak sangat bergantung pada faktor-faktor eksogen (lingkungan pendidikan, pengalaman, dan sebagainya). Untuk itulah kenapa RA. Kartini sangat menganjurkan pendidikan watak secara terus menerus.

Yayasan Pendidikan Anak Bangsa “RA. Kartini”

             Perjuangan RA. Kartini  dibidang pendidikan dalam konsep Jepara Baru dijadikan tonggak awal dalam membangun Jepara Baru seutuhnya baik melalui pergerakan moralnya membentuk KMJB (Komunitas Menuju Jepara Baru) seperti halnya dulu RA. Kartini mendirikan  Komunitas Kaum Muda yang diberi nama “Jong Java”  maupun dengan mendirikan sekolah yang secara spesifik  mengadopsi  dan mengeksplorasi beberapa konsep pendidikan RA. Kartini yang “berbasis Kurikulum Terbuka” yang diwujudkan dalam sebuah yayasan dengan nama : Yayasan Pendidikan Anak Bangsa “RA. Kartini”, mengingat terlalu lambat bilamana harus menggantungkan kebijakan  pemerintah pusat.

                 Pendidikan Berbasis Kurikulim Terbuka mengisyaratkan merampingkan Mata Pelajaran yang selama ini ada, mengurangi beban materi pelajaran anak yang dirasa belum perlu pada kronologis usianya, menerapkan komposisi proses belajar mengajar 50% teori dan 50% praktek, menekankan pengembangan kebiasaan berfikir kreatif-inovatif (daya nalar) dan sopan santun, membatasi hanya maksimal 20 siswa  secara genetikal miskipun masih dalam satu lingkungan sekolahan, dalam 1 kelas, mewajibkan mengikuti tes potensi diri melalui program Brain Sinopsis sebagai dasar untuk mengetahui potensi anak dan pengelompokan kelas, Ruangan Kelas dilengkapi peralatan  komputer,visual/audio visual dan jaringan internet yang sudah diseterilkan maupun  peralatan lain yang menunjang, khusus bahasa diwajibkan menggunakan native speaker dari sumber bahasa langsung secara berkala, sedangkan untuk agama juga melibatkan tokoh agama/ulamak setempat secara berkala  terutama dalam pengujian praktek ibadah dan sebagainya.

                 Jadi keberhasilan proses belajar Berbasis Kurikulim Terbuka mengajar tidak semata-mata dilihat dari hasil Ujian Nasionalnya melaikan seberapa jauh seorang anak bisa diserap secara langsung ilmunya bagi dirinya dan bermanfaat bagi orang lain. Contoh dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam : bagaimana seorang anak bisa bersuci, berwudlu, membiasakan dan mengerjakan sholat wajib dan Janazah atau shalat sunnah lain dengan benar yang sudah teruji atau disertifikasi seorang ulamak setempat yang dianggap sudah representatif ilmu agamanya atas sebuah proses pembelajaran yang telah dilakukan guru sekolahnya.

                Contoh lain di bidang bahasa inggris misalnya, bagaimana seorang anak didik setelah menyelesaikan tingkat SD/Mi sudah bisa belajar Bahasa Inggris dengan cepat sehingga bisa berbicara Bahasa Inggris secara lancar sekaligus bisa menulis dan menejemahkan teks-teks berbahasa Inggris, jika ditingkat SD/MI belum tercapai maka wajib baginya untuk bisa di tingkat SMP/MTs. Untuk itulah kenapa harus satu paket mulai Pra TK sampai tingkat SMP/MTs begitu juga mengapa  Juga sampai jam 3 sore baru pulang sekolah.

                Mata Pelajaran yang sudah dirampingkan tersebut meliputi : 1). Pendidikan Agama, 2).Pendidikan Budi Pekerti dan Seni Budaya, 3). Pendidikan Bahasa, 4). Kecakapan Berhitung, 5. Ilmu Pengetahuan Umum, 6. Pendidikan Ketrampilan dan 7). Pendidikan Olah Raga dan Kesehatan, sedangkan untuk mapel-mapel lain dimasukkan pada sub indikator kedalam 7 mapel yang serumpun atau mendekati. Muatan materi pelajaran disesuakan berdasarkan kebutuhan pragmatis dan kondisi kemampuan anak secara riil yang bisa diserap langsung oleh orang tua atau lingkunganya dimana siswa bertempat tinggal.

                Disamping itu ada kesinambungan materi kurikulum secara paket, maksudnya konsep pendidikan Berbasis Kurikulum Terbuka ini sengaja dirancang khusus agar mulai usia pra TK, TK, SD/MI dan SMP/MTs  masih dalam 1 lingkungan sekolah yang sama agar terjadi kesinambungan kurikulum melalui pemantuan catatan fortofolio anak didik sehingga dapat diukur tingkat kemajuanya seorang anak berdasarkan potensi awal yang dimiliki anak didik tersebut. Waktu belajar sampai dengan Jam 3 sore (kecuali Pra TK, TK dan SD/MI sampai kelas II), untuk mengurangi ruang gerak anak dalam bermain, kecuali bagi siswa yang khusus mengikuti pendidikan khusus informal, oleh karenanya di dalamnya juga dilengkapi berbagai  hiburan yang bersifat mendidik seperti home theater,musik, permainan atau game-game positif yang bisa mengendorkan syaraf kejenuhan sekaligus dapat merangsang daya kreatifitas anak sewaktu sedang bermain tersebut.

                 Hari masuk tetap 6 hari kerja, libur di hari Jum’at hanya saja khusus hari ahad menggunakan model pembelajara out dor yang sudah terstruktur di dalam kurikulum, sehingga mapel yang dikhususkan untuk hari ahad adalah Pendidikan Olah Raga-Kesehatan, Pendidikan Bahasa  dan Pendidikan Agama praktek ibadah

                  Mengingat pada usia Pra TK s/d SD/MI merupakan masa-masa emas yang sensitif maka tenaga pendidiknya justru haruslah yang benar-benar prfesional dibidangya, akan tetapi dalam perekrutan tenaga pendidik tidak didasarkan  semata-mata pada seberapa tinggi tingkat pendidikanya, bersertifikasi atau tidak, akan tetapi sejauhmana seorang pendidik tersebut benar-benar mampu memberikan motivasi yang terbaiki dan sanggup membangkitkan semangat anak didiknya untuk belajar, bisa mengeksplorasi potensi anak secara maksimal untuk dikembangkan sesuai kemampuanya, menguasai materi pelajaran  yang diajarkan dengan sesungguhnya serta mampu membangun komunikasi dan menjalin hubungan emosional antara seorang pendidik dengan peserta didik dan sebagainya.

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More